Selasa, 16 April 2013

LANDASAN WAWASAN NASIONAL



          Dengan segala keunikannya, bangsa Indonesia meyakini bahwa “cara pandang bangsa Indonesia atas dirinya sendiri dengan segala aspek geografis, fisis, geologis, biologis, ekonomis, dan sosial” merupakan satu-satunya pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Cara pandang itu adalah Wawasan Nusantara
Aspek-aspek tersebut ibarat kacamata yang digunakan oleh orang-orang Indonesia untuk melihat, mengatur, dan menentukan nasibnya sendiri secara merdeka melalui berbagai kebijakan yang mewujud dalam berbagai kebijakan nasional yang berpihak pada rakyat dan keutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa peduli akan dimensi waktu dan tempat. Namun satu hal yang penting untuk dicatat adalah bahwa berbagai kacamata yang merupakan aspek-aspek tersebut senantiasa berubah. Perkembangan sains modern telah menunjukkan bagaimana ilmu pengetahuan modern tak boleh berada pada kotak-kotak disiplin ilmu karena kotak-kotak tersebut justru tidak akan pernah memberi kita peluang melihat keutuhan akan obyek a.k.a. melakukan simplifikasi (bahkan simplifikasi berlebihan atas obyek) yang bermuara pada ketaklengkapan perspektif, dan berakibat sains implementatif yang berhulu atas ideologi, yang alih-alih berdasarkan wawasan akan ke-nusantara-an yang unik, justru menjerumuskan kebijakan yang jauh dari cerminan akan keunikan ke-nusantara-an tersebut.
          Perkembangan terakhir ilmu-ilmu sosial telah menginsyafi pengalaman ilmu-ilmu alam akan konflik atas apa yang empiris dan apa yang asumtif (jika kita tak ingin menyebutnya ideologis). Lahirnya ilmu-ilmu kompleksitas berlandaskan pada hal ini, yaitu bahwa sistem apapun yang didekati dengan metodologi ilmiah merupakan sistem yang kompleks, yaitu sistem di mana elemen-elemen penyusunnya memiliki interdependensi yang erat satu-sama lain dalam tali-temali yang rumit dan tidak sederhana. Ilmu-ilmu kompleksitas merupakan ilmu yang bersandar pada temuan empiris.
          Dalam hal ilmu ekonomi secara konvensional, misalnya, peran ideologi ekonomi politik sangat penting, sehingga seringkali temuan empiris mesti mengalah dengan “keyakinan ideologis” akan konsep ekuilibrium, efisiensi pasar, dan keuntungan komparatif. Padahal temuan empiris merupakan sesuatu yang nyata ditemukan, dan membaca konsep Wawasan Nusantara sesuai dengan perkembangan zaman (baca: perkembangan tren sains modern) kita semestinya sadar bahwa Wawasan Nusantara adalah cara pandang yang empiris atas kehidupan berbangsa orang-orang Indonesia yang memang unik. Inilah yang merupakan tantangan dasar dari generasi kita sekarang dalam memahami dan kemudian member standar atau rujukan atas kehidupan berbangsa yang lebih baik untuk hari esok bangsa yang lebih baik.
          Ketika tren kacamata untuk Wawasan Nusantara tersebut adalah ikhwal empiris, maka ilmu-ilmu yang empiris tersebutlah yang seyogianya menjadi landasan pembangunan kehidupan bernegara. Saat tren kacamata untuk Wawasan Nusantara tersebut berbentuk interdisiplinaritas yang menyadari karakter kompleks dari bangsa Indonesia (bahwa yang sosiologis, antropologis, eknomis, dan sebagainya saling kait-mengkait), maka Wawasan Nusantara juga mestinya bersifat interdisiplin dalam memberikan dasar atas apa yang menjadi kebijakan nasional dan kehidupan berbangsa dan bermasyarakat secara umum. Satu-satunya ideologi yang boleh menjadi nafas kebijakan nasional semestinya adalah apa-apa yang secara observasional empiris, bukan spekulasi atau asumsi teoretis yang dibentuk entah di mana, dan kurang mencerminkan apa yang terlihat di Indonesia sendiri. Hal-hal inilah yang ingin disoroti oleh artikel singkat ini: pembangunan ekonomi bangsa atas apa yang di-observasi sebagai kondisi empiris bangsa atas semua aspek kehidupan di dalamnya.
Tren Ekonomi Modern dan Kebudayaan Sebagai Panglima
          Masa-masa ketika kemerdekaan kita dideklarasikan telah menunjukkan bahwa integritas politik dan ekonomi nasional merupakan suatu hal yang primal dan konsep geografis dengan buntut perbedaan sosial atas elemen-elemen masyarakat (baik secara etnis, ideologi, agama) yang seringkali digunakan untuk memecah-belah mesti dientaskan mulai dari kebangkitan secara bersama-sama (1908), yang kemudian dideklarasikan sebagai satu karakter kebangsaan (1928), yang menjadi tiang proklamasi kemerdekaan negeri yang tidak mau dijajah baik secara pemikiran apalagi secara fisik (1945). Jasa-jasa proklamator, inisiatif para pendahulu kita di masa pemerintahan Orde Lama, kerja keras pelaksana tiang-tiang pembangunan kehidupan di masa Orde Baru, hingga di masa Orde terkini merupakan hal yang mesti dihargai, namun tidak boleh meninabobokan kita melalui penggunaan kacamata yang sama sebagai Wawasan Nusantara yang berorientasi kekinian dan masa depan.
          Dalam hal ini, kebudayaan merupakan tiang dari semua aspek sosial bangsa. Integritas persatuan dalam landasan politik dan ekonomi yang disyaratkan semenjak masa founding fathers kita selayaknya diperluas dengan pemahaman kita akan persaudaraan sebangsa dan setanah air yang memiliki kekerabatan yang kuat, mulai dari hasil penelitian akan motif, ornamentasi, artistektural, tarian, makanan tradisional, dan sebagainya. Menariknya, tren ekonomi modern menunjukkan eksploitasi utilitas ke arah ini. Inovasi dan kreativitas merupakan sebuah nilai penentu yang penting di era ekonomi di masa depan, sementara lanskap inovasi diyakini adalah kebhinekaan budaya. Perlindungan yang mesti dibarengi secara simultan dengan upaya restorasi dan penggalian kebijaksanaan luhur budaya bangsa kita yang berpuncak pada berbagai kebudayaan etnis bangsa yang berbeda-beda ini menjadi agenda yang penting untuk diperhatikan karena kebijaksanaan tradisional justru seringkali menyimpan alternatif solusi atas kemandegan modernitas kita hari ini, baik secara filosofis hingga hal-hal praktis, seperti ekologi misalnya.
Ini merupakan tantangan perumusan kebijakan politik berbangsa kita yang berwawasan nusantara, yaitu ber-perspektif empiris, yang menerima kompleksitas sosial sebagai sebuah realita yang sejati, dan pendekatan interdisiplin perlu sangat diperhatikan. Kita merupakan generasi yang beruntung karena kita dapat menyaksikan bagaimana kolaborasi antar disiplin ilmu dapat memberikan acuan-acuan solusi alternatif untuk mengatasi rumitnya kompleksitas tersebut, dan juga boleh terlibat dalam konstruksi Wawasan Nusantara dari perspektif tersebut, atau jika memungkinkan memperjuangkan kebijakan publik yang menempatkan wawasan kebangsaan ini menjadi wiyatamandala bagi perumusannya hingga implementasinya, demi negeri yang sejati kemerdekaannya sesuai amanat proklamasi kemerdekaan sebagai satu entitas kebangsaan yang utuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar