Selasa, 16 April 2013

Pergerakan Kebangsaan



          Masa penjajahan yang sangat panjang oleh bangsabangsa Eropa dan Jepang, disamping telah berdampak pada penderitaan rakyat, ternyata juga telah menyemai kesadaran baru di kalangan rakyat dari berbagai daerah, di seluruh wilayah Nusantara. Politik etik (Etische Politiek) yang diterapkan oleh pemerintah Kerajaan Hindia Belanda ternyata telah memicu lahirnya rasa dan semangat kebangsaan. Faktor pengaruh lain yang menjadi pendorong lahirnya pemikiran tentang kebangsaan dan kemerdekaan adalah kesempatan memperoleh pendidikan baru, sehingga mampu mengembangkan pemikiran yang lebih maju, rasional dan profesional.     Dari sinilah kemudian impian yang berkenaan dengan kebangsaan dan kemerdekaan diwujudnyatakan menjadi bentuk bentuk gerakan dan perkumpulan, baik yang berciri kedaerahan, keagamaan, politik, maupun profesi. Berbagai gerakan dan perkumpulan yang terorganisir mulai terbentuk pada awal abad XX (Donald Wilhelm, 1981) Contoh gerakan dimaksud antara lain; Boedi Oetomo (1908), Sarekat Islam (1911), Jong Java (1915), Jong Sumatera Bond (1917) Jong Minahasa (1918), Jong Ambon, Perkoempoelan Madoera, Perkoempoelan Timoer, Perhimpunan Indonesia di Belanda. Selain itu, terdapat pula perkumpulan campuran pribumi dan non pribumi, yang samasama menginginkan kemerdekaan, seperti Indische Partij (1912), Indische Sociaal Democratische Vereeniging (1914), Indische Sociaal Democratische Partij (1917).
          Melalui gelombang pasang surut perjuangannya, berbagai pergerakan kebangsaan tersebut akhirnya membulatkan tekad untuk menyatukan segenap potensi perjuangan demi terciptanya satu kekuatan yang lebih besar untuk merealisasikan segala impian kebangsaan dan kemerdekaan. Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928 merupakan wujud tekad seluruh komponen masyarakat Nusantara untuk menyatukan diri sebagai satu bangsa, dalam satu wadah kesatuan tanah air, serta menjunjung tinggi bahasa persatuan, Indonesia.
          Perjalanan sejarah pada masa pergerakan kebangsaan sampai menjelang kemerdekaan, dapat dipetik beberapa hal penting, yaitu; pertama, pentingnya pencerahan disegenap kalangan bangsa untuk membuka wawasan baru yang semakin luas (nasional) dan demokratis; kedua, perlunya mengembangkan dan mendayagunakan setiap potensi masyarakat sebagai kekuatan perjuangan untuk tercapainya sebuah citacita yang dalam hal ini adalah pembebasan diri dari penjajahan; ketiga, perlunya elemenelemen pemersatu disertai kerelaan berkorban atas kepentingankepentingan yang bersifat individual, kelompok/golongan ataupun
kedaerahan.

Nilai - Nilai Kebangsaan



Semboyan bangsa Bhinneka Tunggal Ika diangkat dari Kitab Sutasoma (Mpu Tantular) Pujangga Istana pada zaman Hayam Wuruk (13501389). Kemudian oleh M. Yamin (19031962) dijadikan sebagai semboyan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ajaran yang termuat : mengatasi segala bentuk perbedaan suku dan agama (Siwa dan Budha waktu itu) yang sangat rentan terjadinya konflik dan melemahkan kekuatan negara.
Ajaran tersebut diaplikasikan oleh Raja Hayam Wuruk dalam penyelenggaraan pemerintahan yang adil dan bijaksana, yang dapat menjaga hubungan antar warga secara harmonis dan saling menjaga/menguatkan (Ensiklopedia umum untuk pelajar,PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2005), nilai yang terkandung, adalah: Nilai harmonisasi dan Nilai Keadilan. Apabila ditelaah secara lebih dalam, maka dapat ditemukan ada 3 (tiga) nilai yang terkandung, yakni :
1) Nilai Toleransi, merupakan satu sikap yang mau memahami orang lain sehingga komunikasi dapat berlangsung secara baik.
2) Nilai Keadilan, merupakan satu sikap mau menerima haknya dan tidak mau mengganggu hak orang lain.
3) Nilai Gotong Royong/Kerjasama, merupakan satu sikap untuk membantu pihak/orang yang lemah agar samasama mencapai tujuan. Ada sikap saling mengisi kekurangan orang lain, hal ini merupakan konsekuensi dari manusia dan daerah yang memiliki kemampuan yang berbeda dalam konteks otonomi daerah.
Bila diterjemahkan lebih jauh, nilainilai Bhinneka Tunggal Ika sebagai nilai yang menjadikan rakyat/warga negara dapat hidup dan menata kehidupan bersama dengan harmonis, bersatu sebagai kekuatan pembangunan negara, pada dasarnya tidak berbeda, dan justru sangat relevan dengan nilainilai kebangsaan yang dipersepsikan dari silasila Pancasila, yaitu :
a) Kesederajatan
b) Kebebasan
c) Nondiskriminasi
d) Pengorbanan
e) Kekeluargaan
f) Keseimbangan
g) Kepedulian, dan
h) Produktivitas

Pemikiran Berdasarkan Aspek Kewilayahan



Dalam kehidupan bernegara, geografi merupakan suatu fenomena yang mutlak diperhatikan dan diperhitungkan baik fungsi maupun pengaruhnya terhadap sikap dan tata laku negara ybs.
Wilayah Indonesia pada saat merdeka masih berdasarkan peraturan tentang wilayah territorial yang dibuat oleh Belanda yaitu “Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939” (TZMKO 9 1939), dimana lebar laut wilayah/teritorial Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis air rendah masing-masing pulau Indonesia. TZMKO 1939 tidak menjamin kesatuan wilayah Indonesia sebab antara satu pulau dengan pulau yang lain menjadi terpisah-pisah, sehingga pada tgl. 13 Desember 1957 pemerintah mengeluarkan Deklarasi Djuanda yang isinya :
b. Segala perairan disekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk Negara Indonesia dengan tidak memandang luas/lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Indonesia.
b. Lalu-lintas yang damai di perairan pedalaman bagi kapalkapal asing dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia.
c. Batas laut teritorial adalah 12 mil diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulaupulau negara Indonesia. Sebagai negara kepulauan yang wilayah perairan lautnya lebih luas dari pada wilayah daratannya, maka peranan wilayah laut menjadi sangat penting bagi kehidupan bangsa dan negara. Luas wilayah laut Indonesia sekitar 5.176.800 km2. Ini berarti luas wilayah laut Indonesia lebih dari dua setengah kali luas daratannya. Sesuai dengan Hukum Laut Internasional yang telah dapat dibedakan tiga macam, yaitu zona Laut Teritorial, zona Landas kontinen, dan zona Ekonomi Eksklusif.


Pemikiran Berdasarkan Falsafah Pancasila




          Manusia Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai naluri, akhlak dan daya pikir, sadar akan keberadaannya yang serba terhubung dengan sesama, lingkungan, alam semesta dan dengan Penciptanya. Kesadaran ini menumbuhkan cipta, karsa dan karya untuk mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidupnya dari generasi ke generasi. Adanya kesadaran yang dipengaruhi oleh lingkungannya, manusia Indonesia memiliki motivasi demi terciptanya suasana damai dan tentram menuju kebahagiaan serta demi terselenggaranya dalam membina hubungan antar sesamanya. 
          Dengan demikian nilai-nilai Pancasila sesungguhnya telah bersemayam dan berkembang dalam hati sanubari dan kesadaran bangsa Indonesia, termasuk didalam menggali dan mengembangkan Wawasan Nasional. Wawasan Nasional merupakan pancaran dari Pancasila oleh karena itu menghendaki terciptanya persatuan dan kesatuan dengan tidak menghilangkan ciri, sifat dan karakter dari kebhinekaan unsur-unsur pembentuk bangsa (suku bangsa, etnis dan golongan).